Pagi ini, sengaja saya duduk di cafe memesan segelas es americano sebelum berolahraga di gym. Suasana cafe masih sepi. Hanya ada saya dan dua orang bapak-bapak di meja dekat pintu. Saat saya baru menikmati kopi, sepasang muda-mudi masuk. Mereka berdua duduk di meja sebelah kanan saya.
“Duh, gimana nih. Tabungan kita berdua cuma ada 50 juta. Ini kayaknya nggak cukup buat biaya resepsi dan ngunduh mantu”, ucap perempuan berkerudung itu.
“ Gimana ya, apa ngomong bapak ibu buat nggak perlu ramai-ramai acaranya. Sederhana saja”. Lelaki di depannya berusaha menenangkan.
Hmm, nampaknya keduanya calon pengantin. Mereka sedang pusing memikirkan biaya pernikahan. Uang lima puluh juta saat ini tak cukup untuk melaksanakan pernikahan.
Apakah menikah semahal itu?
Pernikahan Sederhana
Saat mendengar percakapan calon pengantin itu, saya jadi teringat pernikahan saya 12 tahun yang lalu. Saat itu, saya dan suami menggelar pernikahan sederhana. Tabungan suami sebesar 10 juta lah yang membiayai pernikahan kami.
Tabungan saya? Mohon maaf, sebagai tulang punggung keluarga yang harus menghidupi ibu dan tiga orang adik-adik, tidak ada uang yang bisa ditabung. Sekalipun saya bekerja selama 7 hari melakoni dua pekerjaan, nyatanya saya tetap tidak punya tabungan.
Baca Juga : `Uang Suami Milik Istri, Uang Istri Milik Istri` Benarkah?
Jadi, suami sudah tahu kondisinya. Dia tidak mempermasalahkan jika saya tidak bisa membantu biaya pernikahan.
Kami menikah di masjid dekat rumah suami. Setelah akad nikah, ada acara makan-makan untuk tamu undangan. Undangan hanya keluarga dan teman dekat saja.
Rincian biaya pernikahan itu untuk konsumsi, pengurusan berkas serta penghulu, dan juga MUA. Bahkan, tidak ada pelaminan. Hanya kursi plastik tempat kami duduk untuk menyambut tamu.
Ya, emang sesederhana itu pernikahan kami. Sebatas kemampuan sendiri. Sebab, tidak ada bantuan dari orang tua sepeser pun.
Pernikahan sederhana itu membawa keberkahan. Dalam 12 tahun bersama, kami bisa hidup mandiri. Punya rumah sendiri untuk berteduh dari panas dan hujan. Kami dikaruniai dua puteri. Dan punya mobil sendiri. Alhamdulillah.
Baca Juga : Refleksi 12 Tahun Pernikahan
Dari pernikahan sederhana dan tidak punya apa-apa, sekarang keadaan kami sangat bahagia.
Biaya Pernikahan
Kalau ditanya apakah menikah itu mahal? Tentu saja tidak. Biaya pernikahan di KUA (Kantor Urusan Agama) itu gratis. Bila menikah di KUA pada jam kerja. Jika ingin menikah di luar jam kerja, cukup membayar 600 ribu rupiah.
Kalau ingin dirayakan, ya tidak masalah. Bisa pesan catering untuk tamu undangan. MUA bisa cari yang sesuai budget.
Lalu, apa yang bikin mahal? Gengsinya!
Gengsi Bikin Menikah Menjadi Mahal
Dengan dalih menikah adalah proses sakral sekali seumur hidup, banyak pasangan yang jor joran. Ingin pernikahan mewah tak terlupakan.
It's okay! Selama memang punya kemampuan untuk itu. Tapi, kalau nggak mampu, jangan dipaksa.
Calon pengantin di cafe tadi salah satunya. Mereka nampak muram karena tidak bisa melakukan acara pernikahan seperti tuntutan orang tua. Kasihan, pernikahan adalah hari bahagia, harusnya disambut dengan bahagia.
Atau bahkan ada yang nekat hutang sana-sini, hingga akhirnya terlilit pinjol. Ini bukan isapan jempol belaka. Banyak fakta. Rumah tangga malah hancur gara-gara terlilit pinjol demi menggelar pernikahan mewah. Miris.
Pengen nikah di gedung mewah, acara pra nikah yang heboh (foto prewedding, bridal shower, dsb), catering ternama, souvenir lucu, bahkan kudu ada orkes. Ini yang biasanya bikin biaya pernikahan nggak bisa sederhana. Semua demi gengsi.
Normalisasi Pernikahan Sederhana
Menikah memang sekali seumur hidup, jadikan ini sebagai momen yang bijak. Dimulai bijaksana dalam mengatur budget pernikahan.
Pernikahan sederhana itu boleh. Bahkan sekarang mulai banyak anak muda yang menggelar pernikahan sederhana.
Ingat, kehidupan setelah menikah justru butuh banyak biaya. Pernikahan itu perjalanan panjang. Butuh banyak bekal. Jangan mati-matian di depan, hingga kelelahan di akhir.
Baca Juga : Pertolongan Allah Itu Nyata Adanya
Sudah saatnya normalisasi pernikahan sederhana. Nikah itu murah, yang mahal gengsinya.
Setuju?
Tidak ada komentar
Posting Komentar