Selalu ada yang pertama dalam hidup. Begitu yang saya rasakan beberapa hari lalu. Tiga puluh tujuh tahun hidup di dunia ini, baru kemarin saya merasakan rumah kebanjiran.
Air masuk ke dalam rumah diatas mata kaki lebih sedikit. Ini membuat semua barang-barang yang ada di lantai terendam, tak terkecuali kasur.
Saya yang baru pertama kali mengalami kebanjiran, rasanya panik. Saya takut air semakin tinggi. Sebab, saat itu hujan masih turun dengan derasnya.
Perasaan Saat Kebanjiran
Bagaimana rasanya kebanjiran? Ya tentu nggak enak. Saya sangat stres. Campur aduk rasanya. Mulai dari menahan rasa jijik karena kaki terendam air, kepikiran kesehatan anak-anak, dan takut jika air semakin tinggi.
Perasaan campur aduk itu membuat saya kehilangan energi untuk meluapkannya. Daripada stress, saya memilih tidur. Memilih menidurkan anak-anak. Syukurlah, kasur di kamar saya selamat. Anak-anak dan saya masih bisa tidur nyaman meski rumah terendam banjir.
Saya berencana tidur sebentar, istirahat sejenak karena memang saat kebanjiran itu saya baru pulang mengajar. Setelah saya istirahat, saya akan membantu suami menguras air yang masuk ke rumah.
Ternyata, saya tidur sangat pulas. Baru bangun saat adzan subuh berkumandang. Dan, you know? Air tak surut. Rumah masih terendam banjir. Suami saya masih setia menguras. Dia terjaga semalaman. Duh, saga jadi merasa sangat bersalah.
Saat air tak menunjukkan tanda-tanda surut, saya makin menggerutu. Memaki para pelaku buang sampah ke sungai. Ya, saya tahu perumahan ini sebelumnya nggak pernah banjir, sungai depan komplek pun bersih. Tapi tak jauh dari situ, di depan komplek yang lain, sungainya penuh sampah.
Di tengah gerutuan saya, suami saya tetap tenang dan terus bekerja. Dia terlihat menikmati bencana ini. Dia menguras air sambil tersenyum dan menikmati musik dari ponselnya.
Hal yang Dilakukan Saat Kebanjiran
Memangnya salah kalau saya menggerutu? Nggak! Mengungkapkan perasaan itu nggak salah, kok. Kecewa adalah sifat yang manusiawi.
Mungkin karena ini pengalaman pertama saya. Saya kaget dan tidak siap. Berbeda dengan suami, rumah masa kecilnya langganan banjir. Bahkan sering lebih parah dari ini. Itulah mengapa dia lebih bisa menerima dan beradaptasi dengan situasi seperti ini.
Tentu saja saya nggak menggerutu seharian tanpa berbuat apa-apa. Saya tetap harus melakukan kewajiban. Hal pertama yang saya lakukan adalah bagaimana kami bisa tetap makan meski kebanjiran.
Pagi hari saya sajikan sarapan yang praktis untuk keluarga. Cukup sarapan buah, bakpao dan siomay. Alhamdulillah, stok buah dan frozen food masih tersedia di lemari es. Saya tak perlu bingung mau memberi makan apa. Sebab, tak mungkin keluar rumah untuk membeli makanan. Memesan makanan dari luar juga tak mungkin. Jalan desa ditutup karena banjir.
Menjelang pukul sepuluh pagi, rumah benar-benar telah bersih dari air. Disini saya mengambil alih. Membiarkan suami tidur, karena dia sudah terjaga seharian.
Giliran saya. Saya pun mulai membersihkan rumah. Membuang sampah-sampah, mengepel lantai, dan menata kembali barang-barang. Tak lupa menyiapkan makan siang.
Beruntung saya selalu melakukan food preparation. Maka makan siang kali ini tetap meriah. Saya sajikan nasi hangat, krengsengan daging, chicken katsu, dan sambal.
Kresengan daging sudah saya masak sebelumnya saat food preparation, jadi tadi tinggal menghangatkan saja. Begitu juga chicken katsu, sudah dibuat sebelumnya, jadi tinggal digoreng saja.
Alhamdulillah, di tengah bencana seperti ini, keluarga saya tetap bisa makan dengan gizi seimbang. Ini penting, agar daya tahan tubuh tetap terjaga. Tidak tumbang pasca kebanjiran.
Hikmah Kebanjiran
Tentu saja ada hikmah yang bisa diambil dari setiap kejadian. Saya pun mendapat banyak hikmah dari bencana ini.
Pertama, membuat saya semakin yakin bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Tak cukup satu keluarga saja, melainkan semua keluarga. Sebab, jika lingkungan rusak, maka semua akan merasakan akibatnya. Kami memang tak membuang sampah sembarangan, tetapi kami pun merasakan kebanjiran akibat orang yang membuang sampah ke sungai.
Kedua, bencana datang karena ulah manusia. Jangan pernah salahkan hujan saat kebanjiran. Hujan adalah berkat dari Tuhan. Sederas apapun hujan turun, tak akan banjir jika lingkungannya tidak dirusak. Jika tak ada yang membuang sampah ke sungai, tak akan air sungai meluap ke rumah.
Baca Juga : Bersama Bergerak Berdaya Mengurangi Sampah Plastik untuk Bumi yang Lebih Lestari
Ketiga, kerjasama itu penting. Saat rumah kebanjiran, kerjasama antar anggota keluarga itu penting. Seperti yang kami lakukan. Suami menguras air yang masuk ke dalam rumah, saya membersihkan sisa-sisa banjir, anak-anak juga membantu menata barang-barang saat rumah sudah kering dan bersih.
Baca Juga : Food Preparation, Penyelamat Keluarga Saat Bencana Datang Menerpa
Keempat, food preparation itu penting. Kami terhindar dari kelaparan karena masih ada stok makanan di kulkas. Food preparation membuat saya tak repot menyiapkan makanan untuk keluarga meski rumah kebanjiran. Kami tetap bisa makan enak dan bergizi di tengah bencana. Alhamdulillah.
Penutup
Alhamdulillah, kami bisa melalui bencana ini. Tak kekurangan apapun.
Semoga tak akan ada lagi cerita rumah kebanjiran. Semoga sungai tetap bersih dari sampah. Semoga setiap orang memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan.
Semoga hujan yang turun mampu menjadi berkat bagi kita semua. Menjadi saat-saat kita melafalkan syukur dan doa-doa, bukan malah menggerutu dan memaki hujan.
Diii...turut sedih.
BalasHapusSemoga musibah ini gak terulang lagi. Dan kita semua jadi lebih aware dengan lingkungan.
Pasti kaget yaa.. dan stres pissan..
Alhamdulillah,
Semua anggota keluarga saling jaga, saling bantu, saling menguatkan.
MashaAllaa~
Nikmat ter-nikmat, Di.
Wahh memang bikin panik banget saat air mulai naik saat musim hujan deras tiba, apalagi kalau sampai rumah sendiri kebanjiran seperti ini. Pernah juga sekali, tapi semenjak dari ketua RT nya giat untuk menjaga lingkungan bersama warganya jadi jarang banget sampai sekarang. Menjaga lingkungan itu emang penting banget.
BalasHapusI feel you mbaaa, rasanya kalo rumah kena banjir memang jd pengen memaki siapapun yg mungkin jd penyebabnya 😞. Di jkt alhamdulillah rumahku ga kena banjir sampai skr.
BalasHapusTapi dulu di Banda Aceh aku pertama kali ngerasain. Mana banjirnya sampe msk kamar kos, dan di luar kos setinggi paha 🤣🤣. Ya allah aku udah ngeriiii bgt ketemu ular dkk.
Kan deket sungai.
Makanya ga kebayang sama orang2 yg rumahnya kebanjiran. Tau banget lah rasa ga enaknya. semoga orang2 makin sadar gimana pentingnya jaga kebersihan, jaga hutan supaya ga banjir ini negara 😣
Iya ini, ka Fan..
HapusKalo banjir tuh suka takut sama hewan-hewan yang memang habitatnya, tapi kita ga tau. Dulu pernah diceritain Ibuku kalo rumah nenek waktu kecil juga langganan banjir karena deket sama Bengawan Solo.
Jadi, memang namanya musibah tuh selain berdoa juga bisa diatasi dengan usaha-usaha manusia yaa.. yang akrab dengan alam dan membuat tata kota yang sesuai aturan.
Sama mbak. Rumahku juga sering kebanjiran bahkan tahun 2022 dalam setahun 5x banjir. Capek kebanjiran apalagi kalo datangnya malam, bisa sampai jam 2 pagi jaga nya.
BalasHapusSudah pernah lapor lurah, ada petugas balai desa yang datang, katanya saluran air mau di keruk, tapi sampai 2024 belum juga dikerjakan.😂
Sediih banget Mbak kalau rumah kebanjiran dan habis itu pssti capek ngepelnya. Tapi alhamdulillah kulkas aman yaa. Apa kulkasnya ada di lantai 2?
BalasHapusAku pernah ini mengalami kebanjiran saat tinggal di rumah mamah, memang melelahkan sesudahnya karena harus bebersih rumah. Karena memang mamahku suka bikin food prep jadi alhamdulillah waktu itu makanan aman.
BalasHapusBeberapa kali rumah mertua terkena banjir karena rumahnya dekat sungai yang meluap, deg-degan memang. Sekarang lebih waspada lagi, meninggikan rak dan pagar...semoga tak terulang lagi..
BalasHapusSemoga tidak mengalami kebanjiran lagi ya, Mbak. Iya, seringkali penyebab banjir adalah faktor kelalaian manusia yang abai dengan lingkungan.
BalasHapusKalau saya malah kenyang dengan pengalaman banjir. Paling gak sejak kelas 6 SD hingga lulus SMA. Karena pindah rumah di kawasan yang rawan banjir. Udah gitu kalau banjir juga suka parah. Beberapa kali 1 lantai bawah kelelep. Alhamdulillah, begitu lulus SMA, pindah rumah lagi ke tempat yang lebih aman dari banjir.
ya Allah aku juga pernah kebanjiran tapi dapur aja, itu pun sampai hampir lutut dan peralatan banyak terendam. Dengan adanya food preparation masak lebih cepat ya Mbk. Aku jarang sih soalnya belanjanya gak banyak.
BalasHapusKebanjiran itu gak enak. Alhamdulillah rumahku belum pernah kebanjiran dari alam karena lokasinya di tempat tinggi. Tapi pernah kebanjiran karena kelupaan matiin kran mesin cuci wkwk. Itu aja udah capek nguras airnya.
BalasHapusHuwaahh sad banget kalau rumah kebanjiran. Jujur selama ini rumahku kan di atas terus ya. Nah, sekarang rumah di bawah deket sungai pula jg agak deg2an. Emang bener noh kudu selalu cek bersama warga dan pemerintah setempat soal kebersihan sungai ma got2 supaya gak jadi banjir.
BalasHapusRumah tempat keluarga kami tinggal beberapa kali kebanjiran mbak. Setelah ada perumahan baru yang letaknya lebih tinggi dari perkampungan, kejadian banjir itu berulang2 terus. Alhamdulillah sudah teratasi, sekarang sudah tidak lagi.
BalasHapusDuuuh rumah Ciputat nih mbak Dee, langganan banjir hiks hiks.. sekarang kepikiran karena di rumah ciputat cuman ada ibu dan adik satu orang...
BalasHapusKadang sampe ga ngerti lagi, banjir kiriman dari Bogor katanya karena kan aku di komplek yah, nah rumah lumayan dekat jalan raya, ada parit parit besar di setiap sisi rumah di dalam perumahan, ada gorong gorong juga malahan!
Aku terinspirasi dengan stok frozen foodnya nih, langsung eksekusi
Kalau lewat kawasan yang lagi kebanjiran memang gak nyaman, apalagi yang kebanjirannya. Memang jadi pelajaran berharga banget ya Mba, buat menjaga lingkungan. Tentunya tugas kita semua, bukan satu orang atau pihak tertentu saja.
BalasHapus