Tanggal 26 Februari kemarin adalah tahun ke 12 pernikahan saya dan suami. Wah, tak terasa sudah 12 tahun.
Apakah ada perayaan spesial? Oh tentu tidak! Semakin bertambah usia perjalanan bersama suami, semakin saya tak mau berekspektasi tinggi.
Sudah paham, suami bukan orang yang senang merayakan hari-hari spesial. Daripada makan hati, lebih baik saya tidak berharap apa-apa. Asalkan uang hura-hura lancar, saya tenang! Haha.
Bagaimana rasanya menjalani 12 tahun pernikahan? Pasti rasanya nano-nano! Ada manis, asam, asin. Rame rasanya!
Mungkin bagi banyak pasutri (pasangan suami-ami istri) senior, 12 tahun belum apa-apa. Namun, bagi saya ini pencapaian yang luar biasa. Ditengah gempuran banyak prahara rumah tangga, bisa bertahan sejauh ini sudah sebuah prestasi besar.
Jadi, untuk mengenang perjalanan 12 tahun ini, saya mau cerita apa saja cobaan yang telah kami lewati. Dan mencoba berbagi tips bagaimana kami bisa bertahan serta melalui semua cobaan itu.
Berbagai Cobaan Rumah Tangga yang Sudah Dicobain
Namanya juga rumah tangga, pasti banyak cobaan. Kalau banyak hidangan, namanya rumah makan! Hehe. Dua belas tahun tentu tidak berjalan begitu saja. Ada banyak cobaan yang datang. Kalau diingat-ingat lagi, nampaknya sudah banyak juga cobaan yang dicobain.
Long distance marriage
LDM (Long Distance Marriage) jadi cobaan pertama dalam rumah tangga kami. Sebelum menikah, saya sudah bekerja di ibukota. Suami bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Surabaya.
Sesuai kesepakatan bersama, setelah menikah saya tetap harus bekerja hingga masa kontrak berakhir.
LDM buat pengantin baru tentu bukan hal yang mudah, ya! Namun, sebelumnya kami sudah setahun lebih mencoba hubungan jarak jauh. Hitung-hitung pemanasan.
Empat bulan setelah menikah, kontrak kerja saya selesai. Saya pulang. Eh, nggak lama kemudian, kami harus LDR lagi. Suami harus menjalani diklat di Bogor selama 3 bulan.
Bagaimana ceritanya, saya pulang eh dianya pergi. Ya, namanya juga hidup. Ada banyak kejutan.
Jadi, total kami pernah mengalami LDM selama 7 bulan. Nggak lama sih, dibandingkan dengan orang-orang yang LDM an selama beberapa tahun. Meski nggak lama, dramanya banyak banget.
LDM membuat kami harus mengalami cobaan baru dalam rumah tangga. Cobaannya nggak main-main, lho. Bahkan hampir membuat rumah tangga ini bubar jalan.
Orang ketiga
Orang ketiga juga jadi salah satu cobaan di awal pernikahan kami. Ya, untungnya bukan yang serius banget sih, mudah-mudahan.
Diklat 3 bulan plus suasana Bogor yang mendukung, nampaknya bikin suami sedikit nakal. Bisa-bisanya kenalan sama cewek Bogor. Ngakunya cuma sekadar kenalan ya.
Mungkin ditambah ngobrol via chat. Entah sempat jalan bareng apa nggak. Ngakunya sih nggak ya.
Oh tapi itu bikin saya emosi nggak karuan. Dan bikin mau otw pengadilan agama, lho. Iyalah, bagi saya selingkuh itu dosa besar dalam pernikahan yang nggak bisa dimaafkan.
Saya nggak perlu pikir panjang lagi. Sudah mau otw ke pengadilan agama. Cerai! Nggak bisa ditawar lagi, begitu keputusan saya.
Cuma niat ini batal, karena suami mohon-mohon. Katanya ini bukan yang selingkuh layaknya dalam drama. Cuma kenalan dan ngobrol.
Yo asline semua berawal dari ngobrol toh?
Akhirnya saya luluh. Inget dosa sendiri. Dulu selama pacaran empat tahun, saya pun pernah jalan sama cowok lain.
Tapi, pas menikah ya nggak lah! Sudah cukup kenakalan saya. Nampaknya suami baru nyobain nakal. Baru punya duit, sih! Pas kuliah mana ada dia nakal. Mana ada cewek yang mau sama cowok kere, kalau nggak saya.
Baca Juga : Dua Kesalahan Fatal dalam Pernikahan yang Tidak Bisa dimaafkan
Jadi, awas saja kalau berani selingkuh lagi. Pembalasan dari saya tentu akan lebih kejam. Trust me..
Dari kontrakan ke kontrakan
Setelah menikah, saya dan suami tinggal di rumah mertua. Sebenarnya suami sudah niat beli rumah sendiri. Tapi dia ditipu developer. Uang muka dibawa kabur.
Setelah punya anak, kami pindah. Sebab, ibu mertua tak bisa dititipi si kecil. Saya pun mengajak mama tinggal bersama. Di rumah kontrakan.
Berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lainnya. Ini cukup menguras emosi.
Di tahun keempat pernikahan, kami pun biaa pindah ke rumah sendiri. Alhamdulillah.
Suami sakit
Saat hamil anak kedua, cobaan berat datang menyapa. Suami sakit lama. Perutnya membesar. Kami keliling dari rumah sakit ke rumah sakit.
Tak hanya pengobatan medis, pengobatan alternatif pun kami tempuh. Bahkan hingga meminta bantuan orang pintar.
Hampir setahun suami sakit tanpa diagnosa yang jelas. Menjelang kelahiran anak kedua, akhirnya ada dokter yang berhasil mendiagnosis penyakitnya.
Setelah bertemu 5 dokter spesialis dalam, akhirnya ada dokter yang bisa tahu sakit suami. Kelima dokter sebelumnya menyerah. Tak tahu apa penyakitnya. Padahal sudah USG hingga CT Scan.
Suami akhirnya divonis TBC Usus. Dia pun harus berobat jalan selama 9 bulan lamanya.
Hubungan dengan ipar dan mertua
Di awal, saya merasa keluarga suami tak setuju dengan pernikahan kami. Mungkin, di mata mereka saya yang terlalu ngebet untuk dinikahi. Sebab, saat menikah, suami baru setahun kerja.
Dikira status suami sebagai PNS membuat saya ingin cepat-cepat mengikatnya. Dih, sorry ya! Yang ngebet ngajak nikah ya dia.
Saya masih pengen kerja di ibukota. Mengumpulkan pundi-pundi sekaligus mencicipi cowok Jakarta. Hahaha, bercanda.
Jadi, saat tinggal bersama mertua, sudah bisa ditebak kan bagaimana suasananya. Mertua seperti pada umumnya, sering mengkritik pekerjaan saya. Mulai dari saya yang nyuci baju suami kurang bersih, nggak bisa masak, dan masih banyak lagi.
Ya sebenarnya mertua nggak salah sih. Saya memang nggak bisa nyuci baju manual. Sebelum menikah, saya nyuci pakai mesin cuci. Ya, salahnya suami, nggak beliin mesin cuci.
Saya juga g bisa masak. Masak ala kadarnya. Kalau dibandingkan dengan masakan mertua, ya pasti bumi dan langit lah.
Lalu dengan kakak ipar pun nggak kalah drama. Saya bahkan sempat nggak ditegur dengan kakak ipar di awal pernikahan. Baru diajak bicara setelah beberapa bulan menikah. Padahal kami tinggal seatap. So, bayangkan rasanya. Baru juga menikah, drama yang saya rasakan banyak banget saat tinggal di pondok mertua indah.
Tapi alhamdulillah, semua terlewati. Sekarang hubungan saya dengan mertua dan kakak ipar, baik-baik saja. Kami nggak ada konflik.
Ekonomi
Ya, ekonomi juga jadi cobaan dalam rumah tangga kami. Namanya juga PNS anyaran tentu saja pendapatan suami pas-pas an. Apalagi, sejak saya pindah di Surabaya, saya hanya bekerja sebagai guru bimbel dengan status freelance.
Baca Juga : Menikah Modal Cinta, Bisakah Langgeng?
Saya masih ingat, di awal pernikahan kami sering bertengkar karena uang. Alhamdulillah pertengkaran mereda seiring meningkatkannya kondisi ekonomi kami.
Jadi, siapa bilang rumah tangga cuma butuh cinta?
Tips Rumah Tangga Harmonis
Nah, kalau tadi sudah cerita beragam masalah yang pernah menerpa rumah tangga, sekarang saya mau cerita bagaimana cara menghadapi semuanya.
Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, kami jarang bertengkar. Hubungan kami pun makin hangat. Masih menggelora layaknya masa pacaran.
Beberapa cara yang kami lakukan agar bisa menghadapi semua cobaan yang datang adalah :
Komunikasi
Komunikasi adalah kunci. Rumah tangga isinya ya ngobrol. Kalau bisa ngobrol nyaman dengan pasangan, apapun masalah yang datang, pasti akan dihadang.
Malam hari kami selalu ngobrol berdua. Saling bercerita tentang hari yang kami lalui. Istilah kerennya, pillowtalk.
Komunikasi ini jadi senjata ampuh dalam menjaga keharmonisan rumah tangga.
Quality time
Meski sudah punya anak dan lama menikah, selalu sediakan waktu untuk quality time berdua. Habiskan waktu berdua saja. Tanpa kehadiran anak-anak, sesekali.
Saya dan suami masih sering lho ngedate nonton bioskop berdua atau menikmati kopi di kedai kopi. Bahkan, kami juga sesekali staycation berdua saja.
Quality time berdua ini bisa membuat hubungan suami istri semakin mesra. Makin dekat.
Tambahkan pundi-pundi
Bukan matre, tapi realistis. Perbaiki kondisi ekonomimu, maka kondisi rumah tanggamu akan baik. Saya sudah membuktikan.
Seiring meningkatkannya pendapatan, semakin menurun pertengkaran dalam rumah tangga.
Daripada cari masalah, lebih baik cari uang. Ada uang, abang disayang. Hahaha.
Niatkan ibadah
Last but not least, jadikan rumah tangga sebagai ladang ibadah. Jangan lupa, pernikahan itu ibadah terpanjang. Seumur hidup.
Kalau diniatkan ibadah, InsyaAllah semuanya akan dimudahkan. Jadikan rasa cinta pada Allah sebagai landasan mencintai pasangan.
Ini sangat mujarab untuk tetap menjaga terpeliharanya cinta dalam pernikahan. Saat ada cobaan, hadapi. Jadikan sebagai ujian naik kelas, demi mendapatkan pahala. Saat ada suka cita, syukuri. Agar Tuhan tambah nikmat dan berkatnya.
Baca Juga : Menikahlah dengan Orang yang Tepat, Seumur Hidup Terlalu Lama untuk Dihabiskan dengan Orang yang Salah
Penutup
Demikian refleksi 12 tahun pernikahan. Semoga pernikahan ini bisa jadi kendaraan yang membawa kami sekeluarga menuju surga-Nya.
Semoga rumah tangga kami selalu sakinah mawaddah warahmah.
Doakan kami, ya!
Mbaaaakkk, tengah malam baca ini, masya Allah jadi nano-nano.
BalasHapusAnyway, selamat ultah pernikahan ke-12 ya, semoga selalu berjodoh dalam kebahagiaan dan cinta yang tak berujung hingga ke jannah.
Terima kasih sudah berbagi ceritanya, means a lot buat akoh!
Ternyata, semua rumah tangga memang sama ya. Tidak ada yang lurus seindah cinderella after marriage yang ga pernah diekspos :D
Masalah orang ketiga, kamipun pernah mengalami, dan sama, katanya cuman ngobrol.
Masalahnya adalah, saya tidak pernah berbuat seperti itu, dan itulah masalah terbesarnya.
Ketika merasa diri memberikan terbaik, menghilangkan ekspektasi punya pasangan sama seperti diri sendiri itu susaaaaahhhhhhh pakai banget!
Terlebih, sampai detik ini paksu nggak pernah merasa bersalah, nggak pernah minta maaf dengan tulus, nggak pernah setidaknya meminta maaf udah bikin hati saya terluka.
Mungkin karakternya yang tidak ekspresif kali ya, dia baik sih, banget nget.
Tapi, kata orang, sebesar apapun kebaikan pasangan, hanya yang mampu mengisi tangki cinta kita aja yang bisa membuat hati kita tenang.
Puk puk mbak Rey
HapusIya mbak
G ada pernikahan yang sempurna
Karena suami istri juga manusia biasa
Pasti ada berbuat salah
Selama masih bisa ditoleransi dan g diulangi, Insya Allah rumah tangga masih bisa dimaafkan
Dua belah pihak harus sama sama berusaha untuk selalu berusaha lebih baik lagi
Mengingat bahwa pernikahan adalah ibadah terpanjang
Semangat ya mbak, semoga rumah tangganya semakin sakinah mawaddah warrahma