Pentingnya Rasionalisasi Kebijakan dan Optimalisasi Pengawasan Harga Pasar Rokok - Saat saya memasuki ruangan kelas 9 SMP, tercium bau rokok yang sangat menyengat. Ah, miris hati saya melihat murid-murid les saya yang masih belia ini sudah menjadi perokok aktif. Bau yang muncul ini menandakan mereka habis merokok sebelum masuk les. Sedih, mengapa benda yang sudah jelas banyak mudhorotnya ini sudah akrab bagi kehidupan para remaja ini.
Rokok dan Kualitas SDM
Sudah banyak yang tahu jika rokok itu sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Tapi ternyata, tak hanya berdampak buruk bagi kesehatan, rokok juga berpengaruh terhadap kualitas SDM. Inilah yang menjadi concern pemerintah untuk semakin ketat mengatur pengendalian rokok di pasaran.
Menurut Wawan Juswanto, Analis Kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam webinar bertajuk Rasionalisasi Kebijakan dan Optimalisasi Pengawasan Harga Pasar Rokok pada tanggal 29 Maret lalu, konsumsi rokok berdampak multidimensi sehingga perlu pengendalian. Selain itu, peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) bisa dicapai dengan penurunan prevalensi perokok.
Prevalensi perokok, khususnya perokok anak perlu diturunkan. Mengingat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini terjadi peningkatan jumlah perokok anak usia 10-18 tahun. Data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018, menyebutkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun naik dari 7,2 % (2013) menjadi 9,1% pada 2018. Ini tentu tidak sesuai dengan RPJM 2014-2019 yang menargetkan perokok anak harus turun hingga 5,4 %. Tentunya, pemerintah perlu bersikap. Agar generasi penerus bangsa ini bisa bebas rokok hingga memiliki kualitas SDM yang unggul dan potensial di masa depan.
Dampak Multidimensi dari Konsumsi Rokok
Peningkatan jumlah perokok nyatanya berakibat pada pembengkakan defisit JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Tak hanya itu, keberlangsungan JKN pun terancam, apabila jumlah perkokok terus meningkat.
Dana JKN banyak tersedot untuk penanganan penyakit-penyakit akibat kebiasaan merokok ini. Ada lima penyebab kematian di Indonesia terkait tembakau, yaitu penyakit jantung iskemik, serbrovaskular, tuberkolosis, diabetes dan juga pernapasan kronis (IHME, 2017). Ditambah lagi, rumah tangga keluarga perokok termasuk golongan yang memiliki kepatuhan rendah dalam membayar premi JKN.
Konsumsi rokok juga turut berpengaruh besar terhadap anggaran pengeluaran keluarga. Menurut data BPS pada tahun 2018, pembelian rokok menjadi beban pengeluaran tertinggi kedua pada mayoritas rumah tangga miskin, baik di kota maupun desa. Tentu ini sangat memperihatinkan, bukankah lebih baik uang yang serba terbatas itu dibelikan sembako daripada rokok?
Baca Juga : Yuk Cegah Stunting dari Rumah
Tak hanya berpengaruh pada kualitas SDM usia produktif di masa depan, merokok juga bisa menyebabkan stunting pada anak. Bayi pada keluarga perokok memiliki kecenderungan menderita stunting lebih besar daripada bayi pada keluarga non perokok.
Cukai Rokok untuk Peningkatan Kualitas SDM
Pemerintah terus berupaya mengatasi dampak mulitidensi yang disebabkan oleh kebiasaan merokok ini. Salah satunya adalah melalui penetapan harga cukai rokok.
Rokok/tembakau merupakan barang kena cukai. Jumlah cukai yang diperoleh dari CHT (Cukai Hasil Tembakau) ini bahkan mendominasi perolehan cukai secara keseluruhan, yaitu sebesar 98%.
Ini yang membuat rokok harus dikendalikan penggunaannya. Menurut Adi Musharianto, Peneliti Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD), dalam melakukan rasionalisasi CHT ini, ada lima hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
2. Penyerapan tenaga kerja (158.522 TK langsung di SKT pada tahun 2017)
3. Dampak terhadap jumlah petani di 2020 (526.389 KK/2,6 juta orang
4. Pengendalian rokok ilegal naik menjadi 4,86% di tahun 2020
5. Program pembangunan nasional melalui penerimaan cukai (target CHT 2021 menjadi Rp. 173,78 T)
Penetapan CHT ini berfokus pada satu kesimpulan, bahwa rokok harus mahal! Harapannya supaya rokok tidak bisa diakses oleh anak-anak dibawah umur. Sebab jika pemerintah tidak melalukan intervensi apapun, di tahun 2030 nanti, prevalensi perokok anak akan meningkat menjadi 15,9 % (Bapenas 2021).
Upaya Mengurangi Pravalensi Perokok Anak dan Rumah Tangga Miskin
Keempat narasumber yang hadir dalam webinar memaparkan sejumlah rekomendasi upaya pengurangan pravalensi perokok anak dan rumah tangga miskin :
Perlunya Kerjasama Lintas Sektoral
Mengurangi prevalensi merokok ternyata tidak cukup dengan kebiajakan cukai saja. Pemerintah membutuhkan dukungan dari banyak pihak terkait. Ini yang membuat Wawan Juswanto mengusulkan perlunya penyusunan road map yang komprehensif dalam mengatasi masalah ini.
Baca Juga : STOP Pneumonia Pada Anak, Ini Peran yang Dapat Ayah Lakukan
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Dr. Risky Kusuma Hartono yang menyampaikan sejumlah usulan komprehensif, diantaranya :
⏺️ Kemendikbud : menerapkan KTR di kawasan sekolah.
⏺️ Kementerian Ketenagakerjaan : mendorong perusahaan menerapkan KTR.
⏺️ Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi : mendoron instansi pemerintah menerapkan kawasan tanpa rokok.
⏺️ Pemda : mendukung target RPJMN penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7% pada 2024.
Membatasi Penjualan Rokok Batangan
Dr. Risky juga mengusulkan perlunya pembatasan penjualan rokok batangan. Mengapa? Hal ini dikarenakan rokok batangan mudah diakses oleh anak, remaja dan kelompok usia produktif. Selain itu, rokok batangan juga memiliki potensi joinan rokok batangan / ketengan.
Berikut upaya yang bisa dilakukan untuk membatasi penjualan rokok batangan :
⏺️ Membatasi display rokok dan melarang spanduk rokok pada warung rokok.
⏺️ Membatasi penjualan rokok batangan.
⏺️ Pembelian rokok harus dengan menunjukkan KTP terlebih dahulu.
⏺️ Menerapkan zonasi tempat penjualan rokok dengan lokasi sekolah.
Pengaruh Perkembangan Ekonomi dan Produksi
Menurut Rama Prima Syahtu Fauzi, Analis Kebijakan Madya, Kedeputian Peningkatan Kualitas Kesehatan dan PK, Kemenko PMK, dampak dari tidak sesuainya harga transaksi pasar (HTP) dengan harga jual rokok eceran, membuat rokok masih bisa dijangkau. Ini yang membuat pengendalian konsumsi tidak optimal dalam menurunkan prevalensi merokok. Ini yang peluh diperhatikan oleh pemerintah.
Sejalan dengan itu, Adi Musharianto mengungkapkan pentingnya penerpan road map kebijakan HTP 85% ini secara berkelajutan dan bertahap. Sehingga nantinya bisa mencapai 100% seperti yang dialami rokok jenis SKT saat ini.
Memperketat Regulasi
Terakhir, sangat penting untuk memperketat regulasi bahan yang terkandung dalam rokok. Dimana bahan-bahan tersebut berdampak buruk bagi tubuh dan lingkungan. Selain itu juga perlu regulasi dalam mengatur inovasi bahan perasa dan pewarna pada rokok.
Ini yang membuat Dr. Risky mengusulkan perlunya regulasi dalam melarang penggunaan barang tambahan yang ada pada rokok, mulai dari pewarna, perasa dan aroma agar semakin tegas bahwa rokok bukan untuk anak.
Maraknya penggunaan vape dan heat tobacco product yang mengandung pewarna, perasa dan aroma tambahan juga patut ditangani secara serius.
Ah, benar adanya ya bahwa upaya menangani kebiasaan merokok ini perlu kerjasam dari banyak pihak. Dimulai dari lingkunga keluarga, bagaimana keluarga menjaga anggot keluarganya agar tidak menjadi keluarga perokok.
Bagaimana teman-teman menghadapi kebiasaan merokok ini? Apa yang sudah teman-teman lakukan agar keluarganya bebas dari kebiasaan merokok ini? Ditunggu ceritanya di kolom komentar ya...
Terima kasih.
Iya sih. Aku punya 2 adik laki-laki. Yang masih bungsu ini masih SMP. Betapa khawatirnya diriku kalau-kalau dia udah mau nyoba-nyoba rokok. Tapi di baju-bajunya nggak ada tercium aroma rokok sih. Tapi tetap saja kekhawatiran itu ada.
BalasHapusTarget raihan cukai rokok tahun ini mencapai 173,78 triliun. Masya Allah, itu besar bangettttt mba.Oya, ngomong-ngomong soal prevalensi perokok, yang bahaya itu sekarang perokok wanita dan remaja perempuan mba. Aduuuh makin banyak aja saya lihat sekarnag anak perempuan yang merokok. Padahal mereka semua adalah calon ibu-ibu bangsa kita. Kalo sedari remaja udah dirusak rokok, bagaimana masa tuanya?
BalasHapusPrihatin dengan soal rokok di Indonesia ini. Karena pengalaman tinggal di Amerika, beli rokok nunjukin KTP di minimarket kalau dirasa masih di bawah umur..jadi enggak sembarangan. Di sini, depan SMA dekat rumahpun ada warung jualan rokok dengan bebas bisa dibeli.Hiks
BalasHapusSetuju jika perlu regulasi dalam melarang penggunaan barang tambahan yang ada pada rokok, mulai dari pewarna, perasa dan aroma agar semakin tegas bahwa rokok bukan untuk anak. Juga aturan pembeliannya
Bahaya juga yah kalau jumlah perokok terus meningkat, membawa pengaruh yang cukup fatal bagi JKN.
BalasHapusKayaknya sulit banget untuk mengendalikan jumlah perokok aktif, semakin hari semakin bertambah saja. Miris banget!! Nggak bisa nyalahin pabriknya juga sih, selagi masih banyak permintaan pasar, ya produksi akan jalan terus. Yang harus diperhatikan adalah kesadaran masing-masing orangnya aja ya.
Saya ini benci banget sama rokok. Dari kecil sampe detik ini, nggak pernah merokok, kecuali 2 hisapan aja. Itupun karena cuma penasaran nyobain, untung nggak keterusan, hehehe.. Makanya di rumah saya alhamdulillah udaranya bersih dan nggak ada bau rokok.
sebel aku sama perokok aktif, udah nafas kita yang gak ngerokok jadi gak nyaman trus juga bisa membawa pengaruh untuk JKN.
BalasHapusurusan rokok memang complicated karena banyak yaa yang harus dipertimbangkan. Kalau dari sisi kesehatan saya dukung 1000% untuk dibanned malah.. jauh - jauh dari kita yang tidak mereokok. Tap[i dari sisi ekonomi, berapa juta orang pekerja yang hidup dari pabrik rokok juga
BalasHapusMungkin regulasi rokok ini bisa disamakan dengan aturan minuman keras yang tidak bisa dijual bebas ya Mba. Setidaknya bisa mengurangi akses para remaja untuk mendapatkannya. Selain menaikkan harga jualnya.
BalasHapusKalau di sekolah aku sendiri sudah dicanangkan area bebas rokok. Jadi para bapack-bapack ini dilarang keras merokok di depan kelas ataupun lingkungan sekolah lainnya. Agar tidak menjadi contoh bagi murid-murid.
Gedek bener dengan masalah rokok ini, beneran wajib pemerintah perlu bersikap. Agar generasi penerus bangsa ini bisa bebas rokok hingga memiliki kualitas SDM yang unggul dan potensial di masa depan.
BalasHapusPemerintah harus bersikap tegas dalam regulasi untuk rokok ini terutama untuk remaja. Terutama memang soal harga dan pembatasan pembelian rokok plus KTR. Supaya remaja benar-benar mikir kalau mau ngerokok.
BalasHapusNGERI BANGET dahlaahh kalo bicara soal dampak rokok
BalasHapusmemang cukai rokok menggiurkan banget, tapi ya gimanaaa, anak2 kita udah terpapar dgn aneka promosi rokok, jadinya ya beneran berat banget yaa untuk mengatasi hal ini.
Membahas soal rokok ini memang cukup luas ya, kalau aku sih berharap regulasi penggunaan rokok betul2 diatur. Apalagi mereka yang berkendara sambil merokok
BalasHapusSebenrnya setuju sih harga rokok dimahalin... Tapi ternyata ada pertimbangan lain ya kenapa rokok gak dimahalin sekalian..
BalasHapuswuah memang merepotkan membahas rokok ini
BalasHapusandai MUI mengharamkan rokok layaknya miras, pasti langsung meringankan beban negara
Ada anak usia SD juga merokok. Duhhh.. aku suka nyeplos, "belum sunat aja udah sok-sokan ngerokok" hihi. Antara miris dan gimana ya.
BalasHapusKarena memang rokok batangan mudah diakses oleh anak, remaja dan kelompok usia produktif ya mbak.
Aku suka khawatir dengan kesehatan adik yg merokok. Punya adik laki-laki dan mulai senang merokok itu sedih juga. Selain boros, mempengaruhi penampilan, juga kesehatan.
BalasHapusAlhamdulillah suami saya nggak merokok, lebih tepatnya sudah stop merokok. Jujur, saya nggak suka dengan bau asap rokok meski itu ditempat umum dan ruangan terbuka. Ah, apa cuma mimpi ya Indonesia bisa bebas asap rokok hooo..
BalasHapusMasalah rokok ini emamg patut jadi perhatian kita bersama terutama dari lingkungan keluarga yang memiliki peran sangat penting. Ya jangan sampai anak2 kita juga kena candu rokok karena lingkungan yang mempengaruhi. Setidaknya sebagai orang tua kita harus bisa ciptakan lingkungan yg anti rokok
BalasHapusMirisnya..sekarang kok lihat anak-anak usia SMP bahkan SD, gampang dan biasa bener ngerokok. Huhuhu itu dapat/beli di mana sih mereka. Ku syedih~
BalasHapusSyukurnya di lingkungan keluarga saya ga ada yang ngerokok. Alm Bapak, suami, dan kakak ipar..gak ada yang ngerokok.
Tapi ya, namanya pecandu. Pasti aja nyari atu tanya-tanya pas mampir ke warung. Meskipun spanduk dikurangi, ya teetep aja penasaran dan berusaha menemukan biar mulutnya gak pahit. Katanya
BalasHapusSaya setuju banget kalau harga rokok atau semacamnya dijadikan mahal. Mungkin sulit untuk membuat jumlah perokok jadi 0%. Tetapi, dengan harga yang mahal setidaknya anak-anak di bawah umur atau yang ekonomi kurang jadi berpikir ulang untuk merokok.
BalasHapusRokok udah jelas merugikan 😔 tapi tetap aja yaa orang cobain terus lama2 kecanduan. Aku kalau lg nyiram di teras rumah pagi, ingin menghirup udara segar tapi suka ada bau asap rokok. Sedih.. langsung balik kanan graak masuk rumah
BalasHapusWah iya sekarang banyak yang menggunakan vape ya.
BalasHapusAku jadi pusing biasanya kalo kena asap rokok. Syukurlah di keluarga kami tidak ada yang perokok. Suadara suami dulu ada yang perokok berat, tapi sekarang sudah berhenti sama sekali merokok karena anaknya yg waktu itu masih di SD meminta papanya berhenti merokok.
dilematis memang soal rokok ini. Ketika pemerintah belum bisa mengembangkan alternatif pekerjaan utk sekian juta orang yg terlibat dr industri rokok, maka pemerintah jg akan sulit membuat peraturan yg menekan. Selama hal ideal itu belum tercapai, mmg benar2 penting untuk membekali nilai dr keluarga.
BalasHapusRokok ini membuat dilema juga ya. Suamiku bertahun-tahun menjadi perokok. Perlu proses yang panjang sampai akhirnya bisa berhenti seperti sekarang.. :)
BalasHapusRokok ini dampaknya bisa jadi beban kesehatan dan ekonomi, ya. Belum lagi kepada prevalensi perokok anak. Semoga rasionalisasi kebijakan bisa menurunkan semuanya.
BalasHapusSuka miris juga kalau lihat anak-anak usia SMP udah akrab dengan rokok. Di lingkungan tempat tinggal saya ini banyak yang begitu mbak. Bahkan ada yang santai aja merokok di samping bapaknya yang juga sama-sama perokok.
BalasHapusDuh sedih banget bacanya Mbak anak sekolah jadi perokok aktif, mestinya harga rokok itu jadi mahal saja dikenakan pajak barang mewah..
BalasHapusbener banget klo mengurangi prevalensi merokok gak cukup dengan kebiajakan cukai aja, apalagi buat pecandu ya. harus didukung sm kebijakan lain yg lbh strong juga. di luar negeri terutama negara nyatanya mampu membatasi perokok dg beragam kebijakan. semoga bersama waktu kita bisa, utk genarasi sehat dan berkualitas ke depam
BalasHapusMemang masalah rokok ini masih membingungkan satu sisi gak baik untuk kesehatan, tapi ini akan banyak yang kehilangan pekerjaan kalau ditutup ya. Makanya ada kebijakan cukai ya
BalasHapusSaya sebenarnya speechless kalau ngomongin rokok
BalasHapusKeluarga besar banyak yang perokok soalnya
Sudah diedukasi masih saja belum bisa
Harga naik mereka akunya gaji juga naik meskipun guyon
Sebenarnya dari dulu kebijkan ini ini diambil cuma gak jalan2 deh mudah2an aja tahun ini bener diambil Rasionalisasi Kebijakan dan Pengawasan Harga Pasar Rokok
BalasHapusSetuju sih mba dari lingkungan keluarga aja dulu bagaimana bisa untuk mengendalikannya soalna rokok ini duh kerasa sendiri bapakku stroke krn perokok aktif dulunha
BalasHapusKalau di mkinimarket supermarket emang bisa mencegah pembelian rokok batangan, masalahnya di warun2 nih yg kdng suka bingung.Mestinya dimahalin sekalian ya harga rokok ini.
BalasHapusPemerintah emang kudu lbh usaha keras nih supaya gak banyak org beli rokok, kudu mikirin sektor lainnya jg kali2 industri rokok di sini muali berkurang (aminin dulu aja hehe).
Semoga aja kemungkinan rakyat membeli rokok eceran makin sulit ya. Jika harganya tinggi, maka orang akan mikir-mikir untuk membelinya. Kalau ditimbang-timbang, mendingan uang yang digunakan untuk membeli rokok itu untuk belanja kebutuhan pokok saja lah.
BalasHapusDuh udah sebel duluan sama perokok terus baca kalau peningkatan jumlah perokok nyatanya berakibat pada pembengkakan defisit JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)jadi tmbah kesel, jadi banyak yg sakit krn merokok kan
BalasHapus