Pengelolaan Sampah dari Kawasan, Langkah Nyata Wujudkan Zero Waste Cities - Beberapa hari lalu saya berkesempatan mengikuti Talkshow Zero Waste Cities yang diselenggarakan oleh USAID dan YPBB. Talkshow tersebut memberikan insight baru bagi saya tentang pengelolaan sampah yang efektif. Zero Waste Cities (ZWC) adalah program yang efektif dalam mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Dimana dibutuhkan peran pemerintah dalam mewujudkan Zero Waste Cities.
Indonesia Darurat Sampah
Berbicara tentang sampah di Indonesia, membuat saya prihatin. Bagaimana tidak, sampah saat ini kondisi sampah di Indonesia masih belum teratasi. Beberapa fakta yang ada, menunjukkan bahwa Indonesia darurat sampah!
Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total sampah di Indonesia tahun 2019 akan mencapai 68 juta ton dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta ton.
Persoalan sampah plastik masih menjadi hal pelik yang belum bisa dipecahkan. Ini yang membuat Indonesia menjadi negara penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia.
Pengelolaan sampah di Indonesia juga masih belum optimal Indonesia diperkirakan menghasilkan 64 juta ton sampah setiap tahunnya. Namun, merujuk data Sustainable Waste Indonesia (SWI) tahun 2017, dari angka tersebut baru 7 persen yang didaur ulang, sementara 69 persen di antaranya menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA). Lebih parahnya lagi 24 persen sisanya dibuang sembarangan dan mencemari lingkungan sehingga dikategorikan sebagai illegal dumping.
Jangan lupakan juga tragedi ledakan di TPA Leuwi Gajah pada tahun 2005. Tragedi tersebut menelan ratusan korban jiwa dan menimbun kampung serta lahan pertanian. Dahsyatnya tragedi ini dijadikan momentum Hari Peduli Sampah Nasional.
Beberapa fakta diatas menunjukkan bahwa Indonesia darurat sampah. Tentunya hal ini harus segera ditangani. Pengelolaan sampah yang tepat adalah kunci!
Pengelolaan Sampah dari Kawasan
Selama ini, upaya pengelolaan sampah di Indonesia diserahkan kepada petugas sampah semata. Masyarakat cukup membuang sampah pada tempatnya. Padahal cara tersebut tidak menyelesaikan masalah. Bersih ditempat kita, masalah di tempat lain : TPA.
Sampah yang menumpuk di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) bisa menjadi bom waktu. Tak hanya ancaman ledakan seperti yang terjadi di Leuwi Gajah saja, beberapa TPA di Indonesia juga mengalami longsor, misalnya TPA Supit Urang, TPA Talang Agung dan TPA Bantar Gebang.
Belum lagi saat hujan turun, TPA yang terbuka dan punya banyak sampah akan terbawa aliran air hingga jauh dan berakhir di lautan. Air lindi akan merembes ke dalam tanah, sehingga mencemari air tanah. Selain itu bau sampah juga bisa membawa banyak bibit penyakit.
Semua ini bisa dihindari bila masyarakat berpartisipasi aktif dalam mengelola sampahnya. Sampah tidak hanya dibuang ke TPA saja, tetapi diolah terlebih dahulu. Agar bisa mengurangi jumlah penumpukan sampah di TPA. Caranya dengan melakukan pengelolaan sampah dari kawasan.
Zero Waste Cities
Pengelolaan sampah dari kawasan menjadi inti dari program Zero Waste Cities. Zero Waste Cities adalah sebuah program yang diprakarsai oleh YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi).
Baca Juga : Sepuluh Langkah Memulai Gaya Hidup Zero Waste dari Rumah!
Zero Waste Cities adalah solusi rangkaian tahapan yang bertujuan untuk membuat sistem pengolaan sampah yang sistematis, terukur, menyeluruh dan berkelanjutan. Zero Waste Cities melakukan kegiatan pemilahan sampah di kawasan, pengolahan dan pemanfaatan semua sampah yang terpilah sehingga mengurangi jumlah sampah yang dikirim ke TPA.
Zero Waste Cities ini bertujuan untuk mengurangi berbagai persoalan yang terkait dengan pengelolaan sampah, misalnya :
- Mahalnya biaya pengelolaan sampah
- Kesenjangan antara timbunan sampah dengan kurangnya persediaan sarana prasarana
- Pendeknya umur TPA
- Munculnya slum area (daerah kumuh)
Awalnya Zero Waste Cities ini diterapkan di dua daerah, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Kemudian diikuti oleh beberapa daerah lainnya, seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta.
YPBB tidak sendirian dalam mewujudkan Zero Waste Cities ini. Di Bali, Zero Waste Cities dikelolah oleh PPLH Bali. Sedangkan di Kabupaten Gresik dikelolah oleh Ecoton.
Saya memang baru tahu tentang Zero Waste Cities ini. Maklum, kota tempat tinggal saya belum menerapkan program ini. Menurut saya, program ini adalah langkah nyata dalam mengatasi persoalan sampah di Indonesia.
Pengelolaan sampah dari kawasan yang dilakukan oleh Zero Waste Cities ini sederhana namun sangat berdampak.
Berikut adalah gambaran bagaimana proses pengelolaan sampah dari kawasan yang dilakukan dalam Zero Waste Cities ini.
1. Setiap rumah memilah sampahnya menjadi dua : sampah organik dan sampah anorganik.
2. Petugas sampah akan mengambil sampah yang sudah dipilah. Sampah organik dimasukkan ke dalam ember. Sedangkan sampah anorganik dimasukkan langsung kedalam gerobak sampah.
3. Selanjutnya sampah akan dibawa ke titik kumpul yang sudah disepkati oleh warga. Sampah anorganik dikumpulkan untuk kemudian dijual, hasilnya sebagai tambahan penghasilan bagi pengelola sampah.
Sampah residu akan dibuang ke TPS terdekat. Sedangkan sampah organik dikelolah oleh masayarakat. Hasilnya bisa menjadi pupuk yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Cerita lebih lengkap tentang pengelolaan sampah dari kawasan program Zero Waste Cities, bisa dilihat dalam video dibawah ini ya.
Peran Pemerintah dalam Program Zero Waste Cities
Program Zero Waste Cities ini membutuhkan peran pemerintah. Pemerintah punya tanggung jawab dalam mengelola sampah. Sesuai denga amanat Undang-Undang 18 Tentang Pengelolaan Persampahan, pemerintah memiliki peran dalam upaya pengelolaan sampah.
Menurut Anilawati Nurwakhidin, Koordinator Humas ZWC YPBB, Zero Waste Cities hadir sebagai terobosan baru dalam pengelolaan sampah kota. ZWC hadir untuk mendorong penerapan sistem pengelolaan sampah dari sistem kumpul angkut buang, menjadi desentralisasi dan Zero Waste.
Keberhasilan program ZWC ini bergantung dari keterlibatan pemerintah. Program ZWC ini tidak lagi menunggu kesadaran masayarakat dalam mengelola sampah. Melainkan mendorong adanya 'paksaan' dari pemerintah agar masayarakat berperan dalam mengatasi sampah yang dihasilkannya. Paksaan ini berwujud peraturan, khususnya di tingkat daerah.
Contohnya, kota Bandung dan Cimahi sebagai pilot project Zero Waste Cities sudah memiliki peraturan daerah yang terkait dengan pengelolaan sampah.
Selain itu pemerintah juga berperan dalam proses pelaksanaan program ZWC ini, misalnya dengan memberikan fasilitas kepada kader ZWC, alokasi anggaran untuk gaji kader ataupun pemberian insentif dan reward bagi semua pihak terkait.
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masayarakat juga sangat dibutuhkan dalam keberhasilan program ZWC ini. Adanya program ini, mengubah kebiasaan masyarakat dalam membuang sampahnya. ZWC menuntut peran masyarakat memilah sampah terlebih dahulu sebelum diambil oleh petugas sampah.
Baca Juga : Rumah Minim Sampah, Cara Nyata Jaga Bumi dan Keanekaragaman Hayati
Di rumah, masyarakat menyediakan dua jenis tempat sampah. Yaitu tempat sampah organik dan tempat sampah anorganik. Disarankan tidak menggunakan plastik sebagai tempat sampah organik. Bisa menggunakan ember atau kaleng yang sudah tidak dipakai.
Ketika petugas sampah datang, masyarakat meletakkan sampah organik yang ada di ember gerobak sampah. Sedangkan sampah anorganiknya diletakkan langsung diatas gerobak sampah. Dengan begitu kedua jenis sampah tersebut tidak bercampur. Ini membuat proses pengelolaan sampah menjadi lebih mudah.
Cerita Kelola Sampah dari Rumah
Setelah tahu tentang program Zero Waste Cities ini, saya jadi ingin kawasan saya juga menerapkan program ini. Apalagi kawasan saya punya pengalaman buruk tentang sampah.
Saya tinggal di perumahan yang terletak di Sidoarjo. Sampah di kawasan saya diambil oleh petugas sampah setiap dua kali seminggu. Petugas sampah di perumahan saya ini terkadang suka terlambat mengambil sampah. Pernah selama seminggu sampah tidak diambil.
Duh, pasti tahu kan akibatnya. Sampah di perumahan pun memumpuk. Bau busuk menyebar kemana-mana. Warga juga sudah protes ke ketua RT. Tapi ketua RT tidak bisa berbuat apa-apa. Katanya, sekarang susah jika harus cari pengganti tukang sampah.
Kejadian ini tidak hanya sekali. Hingga akhirnya saya mulai berpikir untuk mengurangi sampah. Mulai mencoba hidup minim sampah.
Saya mulai melakukan gerakan 3M.
Mencegah
Mencegah menjadi langkah awal saya dalam mewujudkan hidup minim sampah. Saya sebisa mungkin mencegah sampah masuk ke rumah.
Saya mulai dengan selalu membawa bekal setiap pergi keluar rumah termasuk saat mengajak anak-anak jalan keluar kota. Saat berbelanja, saya tak hanya bawa tas belanja sendiri. Tapi juga wadah-wadah untuk belanja ikan, ayam dan daging. Bahkan ada kantong khusus untuk membeli telur.
Awalnya tetangga heran. Menurut mereka kenapa saya mau repot seperti itu. Saya hanya tersenyum dan tetap konsisten. Hingga akhirnya tetangga sudah biasa. Bahkan ada yang mulai mengikuti langkah saya ini. Meski baru beberapa orang saja.
Lalu saat jadi tuan rumah arisan, saya juga menerapkan acara minim sampah. Tidak ada air minum dalam kemasan, sebagai gantinya saya sajikan es sirup segar dalam gelas kaca. Bingkisan arisan yang biasanya nasi kotak, saya ganti dengan nasi besek. Besek bisa dipakai lagi, sehingga tidak dibuang. Arisan saya minim sampah.
Memilah
Langkah kedua, jika memang harus menghasilkan sampah maka sampahnya harus dipilah. Ini yang saya lakukan. Di rumah saya memilah sampah menjadi tiga. Sampah dapur, sampah kemasan dan sampah lainnya.
Mengolah
Terakhir, saya mengolah sampah saya sendiri. Di rumah ada keranjang takakura dan felita untuk mengolah sampah dapur. Sampah kemasan yang terdiri dari plastik, kaleng, kertas ataupun kardus biasanya dibuat anak-anak membuat kreasi daur ulang. Sisanya disetor ke bank sampah.
Membawa sampah ke bank sampah butuh perjuangan. Dulu di perumahan sempat ada bank sampah, sekarang sudah tidak ada lagi. Ini membuat saya harus ke bank sampah di kecamatan lain yang jaraknya 7km dari rumah.
Selain disetor ke bank sampah, saya gunakan botol plastik bekas untuk ditukar dengan karcis Suroboyo Bus. Suroboyo Bus adalah bus kota pemerintah Surabaya yang menjadikan botol plastik sebagai alat pembayaran. Ini salah satu langkah pemkot Surabaya dalam mengolah sampah plastik. Meski tinggal di Sidoarjo, saya bekerja di Surabaya. Suroboyo Bus adalah transportasi saya sehari-hari.
Baca Juga : Suroboyo Bus, Transportasi Terintegrasi yang Nyaman dan Ramah Lingkungan
Sampah-sampah lain yang tidak bisa saya kelola sendiri saya buang ke tempat sampah yang ada di depan rumah. Sampah ini yang diangkut oleh tukang sampah.
Sekarang saya tidak perlu panik jika tukang sampah terlambat datang. Sampah saya tidak banyak. Meski berhari-hari jumlahnya tidak pernah lebih dari tempat sampah yang ada di depan rumah.
Hampir setahun ini saya sudah menerapkan hidup minim sampah. Saya merasakan sendiri manfaat hidup minim sampah ini. Manfaat yang paling terlihat adalah bisa mengurangi sampah untuk dibuang ke TPS.
Jika banyak tetangga yang mengikuti langkah saya ini, pasti jumlah sampah di perumahan kami bisa menurun. Saya berharap perumahan saya bisa mengadopsi program Zero Waste Cities ini.
Menurut pengamatan saya, perumahan tempat tinggal saya ini punya sumber daya yang mendukung program ZWC. Kami punya petugas sampah yang secara rutin datang mengambil sampah.
Tanah fasilitas umum juga cukup luas. Bisa digunakan untuk menjadi titik kumpul sampah dan mengolah sampah organik. Apalagi banyak warga yang senang berkebun. Pasti senang jika bisa menghasilkan pupuk bagi tanamannya dari sampah organik yang sudah diolah sendiri.
Tapi mungkin kemauan warga yang menjadi kendalanya. Masih banyak warga yang belum memilah sampahnya. Kemauan warga ini mungkin bisa diatasi jika aparat setempat mau terlibat.
Jika ketua RW mau membuat peraturan memilah sampah, warga pasti menurut. Seperti saat ketua RW menghimbau agar warga mengumpulkan minyak jelantah. Ketua RW meminta warga tidak membuang minyak jelantah sembarangan, melainkan diletakkan dalam botol yang selanjutkan setiap bulan akan diambil oleh pengepul jelantah.
Rencananya saya mau menghubungi ketua RW untuk menyampaikan usulan pelaksanaan ZWC ini. Harapannya usulan ini bisa diterima. Saya juga ingin perumahan saya bisa mengelola sampahnya sendiri. Doakan semoga usulan saya diterima oleh ketua RW ya.
Bagaimana dengan teman-teman? Apakah sudah mengolah sampah sendiri? Atau mungkin tempat tinggal teman-teman sudah menerapkan program Zero Waste Cities ini?
Ceritakan pengalaman teman-teman dalam mengelola sampah di kolom komentar ya...
Terima Kasih.
Semoga ketua RW nya bisa mempertimbangkan usul mbak ya, karena memang sampah menjadi masalah yang tak berujung bagi kita, Saya juga kadang masih kebanyakan lupanya soal mendatangkan sampah kerumah, masih aja belanja gak bawa plastik sendiri:( sehingga bawa lagi plastik dari pasar
BalasHapuswah aku jadi makin paham nih setelah baca review ini tentang Zero Waste Cities yang bertujuan untuk mengurangi permasalahan dalam pengelolaan sampah seperti:
BalasHapus- Mahalnya biaya pengelolaan sampah
- Kesenjangan antara timbunan sampah dengan kurangnya persediaan sarana prasarana
- Pendeknya umur TPA
- Munculnya slum area (daerah kumuh)
Semoga dengan diadakannya acara talkshow seperti ini, diharapkan mampu meningkatkan kesadaran untuk kita semua agar lebih disiplin menjaga lingkungan tempat tinggal.
BalasHapusSetiap orang jadi tau bagaimana mengelola sampah yang benar, sehingga tidak menumpuk begitu saja di TPA. Karena sampah-sampah tersebut akan diolah terlebih dulu.
Semoga saja program ZWC ini juga bisa berlanjut ke seluruh wilayah Indonesia, biar Indonesia tidak darurat sampah lagi ya...
Menarik sih ya program Zero Waste Cities, tapi intinya semua kegiatan baik apalagi mengenai sampah bisa pelan-pelan diminimaliris dan itu kembali kepada diri kita masing-masing, dimulai dari hal yang terdekat misalnya tempat tinggal kita atau kegiatan kita sehari-hari.
BalasHapusZero Waste Cities, what a cool concept really! semoga yaa bukan impian semata klo kota-kota kita bisa bergerak ke sana. aku tuh sampai pas pilkada tuh cari profil calon kepala daerah yang concern sama pengelolaan sampah, krn ini emang ga gampang banget buat dihandel...tp bukan ga mungkin...mulai dr diri sendiri ya
BalasHapusSemoga dengan adanya sistem pengelolaan sampah Zero Waste Cities ini menjadi solusi untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang sistematis. Dengan sistem pengelolaan sampah yang bagus insyaallah sampah-sampah tersebut tidak menjadi bumerang bagi manusia sebagai produsen sampah itu sendiri.
BalasHapusMahalnya biaya pengelolaan sampah memang kendala besar, belum lagi pengangkutan sampahnya yang dimulai dari rumah warga terus diangkut hingga titik akhir menuju ke TPA. Semoga ZWC ini jadi solusi jitunya.
BalasHapusKeren sekali tipsnya,Mbak. Mencegah, memilah, mengolah. Karena sampah terbesar memang dari sampah rumah tangga. Padahal masih banyak masyaarat yang belum sadar juga. Misalnya membuang sampah ke sungai. Ngeri sekali membayangkan terjadi lagi kejadian sampah yang merenggut korban jiwa. Benar, Mbak. Sampah bisa berubah jadi bom waktu yang menakutkan.
BalasHapusKesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah ini memang harus ter-sistem ya, biar dampak positifnya lebih terasa.
BalasHapusSedih ya mba darurat sampah. Kalau belanja pakai kantong belanja sndiri tapi untuk pilah sampah belum nih mba.. pengin plus ngajarin anak
BalasHapusSetuju banget dengan program seperti ini kalau perlu semua daerah di Indonesia, pemilahan sampah itu perlu banget kalau gak dari rumah sendiri lalu kapan lagi ya kan
BalasHapusSampah ini memang PR besar buat kita semua, Mbak Dee. Sulit mengedukasi dan mengajak orang buat tertib buang apalagi memilah. Kadang ya bersih di kotanya tapi sampah malah menumpuk di TPA dan jadi masalah baru. Teringat adegan di buku Aroma Karsa pas tumpukan sampah di TPA Bantagebang menimbun mayat pemulung, memang kompleks masalahnya, butuh kesadaran warga dan dukungan pemerintah agar zero waste cities bisa tereaalisasi. Aku juga mulai memilah sampah di rumah, juga ngurangi barang/makanan biar ga terbuang percuma. Semoga peran kita bermakna ya, makasih infonya.
BalasHapusDi tempat ku masi standard2 aja..kaya nya blum pada nyadar mba huhu...buang di tempat masing2, lalu di ambil mobil sampah. Ttg bank sampah juga ga ada di tempatku..lah malah curhat huhu
BalasHapusWaduh ngeri banget ya mba.. tahun 2019 saja sampah sudah mencapai 68 juta ton .
BalasHapusGimana 5 tahun mendatang ya ? ðŸ˜
Apalagi selama di rumah, konon sampah rumah tangga malah meningkat ya mba..
Semoga program ZWC menyebar di seluruh kota di Indonesia nih.. agar 5 tahun mendatang, yang terjadi adalah jumlah sampah yang berkurang. Bukan bertambah banyak.
Di Indonesia masalah sampah memang perlu penanganan khusus gak hanya dari pihak terkait tapi dari diri sendiri juga ya. Mulai dari yang terdekat mudah-mudahan bisa diminimalkan kalau semuanya disiplin melaksanakan zero waste
BalasHapussaya yakin baik sampah organik dan anorganik bila di olah dengan baik dan benar pasti bisa menyalamatkan bumi ini jadi lebih baik dan bebas dari sampah
BalasHapusbetul banget mbak, harus dimulai dari diri sendiri ya memilah sampah ini supaya bisa melaksanakan zero waste
HapusDuh, masalah sampah ini kayaknya gak pernah selesai ya, terutama di kota besar. Makanya setuju banget kalo penanganannya harus dimulai dari lingkup terkecil yakni rumah tangga, dengan cara memilah sampah. Terima kasih utk sharingnya
BalasHapusBener sih kalo nungguin pemerintah akan lama. Bisa dimulai dari diri sendiri ya dgn cara 3M itu. Aku juga udh mulai memilah sampah sendiri nih meski harus membakar sampah plastik drpd menumpuk. Yg organik ya biar jadi kompos.
BalasHapusHuuhuhu...selalu sedih kalau ngomongin sampah.
BalasHapusTerlebih ketika saya sedikit tahu bagaimana idealnya tapi diri sendiri juga belum bisa konsisten sepenuhnya.
lalu dari pemerintah sendiri juga belum tegas. Misal untuk plastik, plastik kemasan kan menyumbang volume sampah cukup besar. Namun, toh tak ada larangan/pengaturan tegas. Padahal, ketika ada aturan tegas, masyarakat pasti akan mengikuti meski awalnya terpaksa. Mungkin saya yang terlalu awam untuk memahami kerumitan kebijakan tegas dalam hal plastik kemasan ini. Kalau misal plastik keresek langka di pasaran, apakah akan menggoyahkan kestabilan politik dan sosial? hahaha.
Pengolahan ampah diawali dari rumah ya mbak. Bisa juga ngajarin anak untuk pemilihan sampah ini.
BalasHapusMemang kita harus jadikan kegiatan pengelolaan sampah itu sebagai rutinitas berkala. Supaya sampah ga numpuk juga.
BalasHapusaku dukung banget sih program zero waste cities ini! Semoga dengan adanya program ini, bisa semakin mengurangi permasalahan sampah yang ada yaaa
BalasHapusKesadaran akan kebersihan dan pengelolaan sampah secara tepat memang masih minim, Aku sering dengar dan baca kalau program Zero Wasted ini memang tengah di gaungkan.
BalasHapusPenerapan zero waste ini kemudian dengan harapan mampu mengurangi jumlah timbunan sampah, soal ledakan TPA di Jawa barat itu jadi pembelajaran dan jangan sampai terjadi lagi karena kabarnya juga melenyapkan 2 desa ya
Mudah-mudahan Zero Waste Cities ini bisa segera terwujud yah. Memang perlu ada kolaborasi dari banyak pihak.
BalasHapusSelama ini yang aku alami, sudah memilah sampah rumahtangga, tetap saja dicampur aduk oleh Bapak Pengangkut Sampah. Kan jadi mematahkan semangat, hiks.
ZWC, ini memang sedang diharapkan bisa diterapkan di banyak tempat ya Mbak. Apalagi adanya peran pemerintah setempat yang juga harus didukung oleh masyarakat dengan penuh kesadaran demi kebaikan bersama. Akupun memilah sampah di rumah, yang sekiranya kering dan bisa dijual sama pak Jangkung tukang sampah tempat aku tinggal. Pun bisa mengajari anak perlahan supaya terbiasa.
BalasHapusBtw, boleh request dong mau juga lho logo KEB dipasang di blognya ya Mbak. Terimakasih, next saya mampir lagi xixi.
waah seru banget kalo hidup dengan bisa menerapkan ZWC ini dikeseharian. Aku baru konsisten kalo kemana-mana tuh bawa tas belanjaan 1-2 pcs karena mencegah tiba-tiba pengen mampir k SPM tp gabawa tas belanja
BalasHapusUntuk Indonersia, memilah sampah saja masih menjadi tantangan besar apalagi Zero Wate Cities tapi pemerintah harus memaksakannya. Indahnya kehidupan jika kita semua sudah terbiasa ya.
BalasHapusDeket rumahku ada TPA Mak. Kadang kalau udah menggunduk baunya isa sampai rumah dan ga enak banget. kalau pulang berpergian lewat, terus pas hujan deras aku harus cuci kaki beberapa kali. Takut sama efek gatalnya itu hihihi. PR banget emang soal pengelolaan sampah ini
BalasHapusDuh, miris kalau melihat timbunan sampah. Tapi lalu aku tersadar bahwa aku juga penyumbang timbunan itu. Dulu kalau mau ke ITB, suka lewat TPA deket Bonbin, itu pas harinya pengambilan sampah, woow...bikin macet saking menggunung dan gunungnya bahkan sampai beranak.
BalasHapushiiks~
Pengelolaan sampah ini bukan hanya tugas petugas sampah saja. Masyarakat dan pemerintah juga harus ikut dalam pengelolaannya. Terutama masyarakat sebagai penghasil sampah rumah tangga. Dengan memilah sampah dari rumah, pengelolaan sampah akan semakin mudah ya.
BalasHapussampah ini masalah kita untuk masa depan ya mak, makin banyak orang sampah makin banyak hikz
BalasHapuszero waste emang kayaknya kudu dari rumah sendiri peduli untuk mulai karena lingkunp terkecil adalah keluarga
Wah aku belum bisa nih kayak mbak Dee, mencegah memilah dan mengolah sampah sendiri. Baru kadang-kadang aja sih.. belum bisa konsisten. Jadi terlecut nih untuk memperlakukan sampah dengan baik.
BalasHapusMakasih sharingnya ya, Mbak. Dan semoga rencana usulan mb Dee akan diterima oleh Ketua RW :)
Saya udah pernah usaha mengelola sampah, dengan memisahkan tapi kalau masuk tong sampah seringnya dieker-eker sama tukang pemulung jadinya nyampur lagi. kalau sampah organik tak buat kompos mbak
BalasHapusZero waste itu emang agak susah yah mba kalo ga niat dari hati, tapi hal Kecil tidka membuang sampah sembarangan aja bersyukur bgt
BalasHapus