Mudik menjadi tradisi yang banyak dilakukan saat menjelang lebaran. Orang-orang pulang ke kampung halaman. Bersilaturahmi dengan para kerabat di kampung halaman. Begitu juga saya, kami sekeluarga mudik ke Bojonegoro.
Bojonegoro adalah salah satu kabupaten yang berada di Jawa Timur. Jaraknya dengan Surabaya tidak begitu jauh. Perjalanan normal Surabaya - Bojonegoro menempuh waktu selama 3 jam.
Bojonegoro adalah kampung halaman suami. Ya, kendati suami lahir dan besar di Surabaya sebagian besar tinggal disana. Jadilah setiap tahun kami mudik ke Bojonegoro.
Biasanya kami mudik mengendarai bus. Rumah kami dekat dengan terminal dan rumah kerabat di kampung terletak di jalan raya kabupaten. Jadi bisa turun di depan rumah.
Tapi dua tahun yang lalu, kami mencoba mudik menggunakan sepeda motor. Ya, kami berempat nekad mudik dengan motor. Bukannya apa-apa sih, hanya ingin suasana baru. Juga sambil ajak anak-anak jalan-jalan menikmati setiap kota yang kami singgahi.
Tentunya sebelum mudik kami sudah mempersiapkan semuanya. Menjaga kondisi badan agar tetap sehat, terutama suami. Dia harus menyetir dalam keadaan fresh. Jangan mengantuk. Motor juga sudah di cek dan di servis. Memakai semua perlengkapan safety riding. Tidak membawa banyak barang, hanya satu ransel kecil yang berisi makanan dan dompet.
Perjalanan berangkat kami tempuh dengan riang. Anak-anak sangat menikmati perjalanan. Suami mengambil rute alternatif. Kami melewati hutan-hutan jati. Sesekali berhenti untuk makan dan mengabadikan momen. Setelah 2,5 jam perjalanan kami sampai juga di Bojonegoro.
Keluarga kaget, karena tak biasanya kami naik motor. Apalagi kami membawa dua balita. Ya anak-anak kami baru berusia 3 tahun dan 1 tahun. Tapi alhamdulillah saat berangkat tidak ada hambatan yang berarti. Kami sampai tujuan dengan selamat.
Setelah dua hari di kampung halaman, kamu pun kembali pulang. Menempuh perjalanan Bojonegoro-Surabaya. Kami memilih pulang habis ashar, biar sampai surabaya tidak terlalu malam.
Perjalanan lancar, kami singgah di masjid di daerah Lamongan untuk menunaikan shalat magrib. Setelah shalat kami melanjutkan perjalanan. Tak lama setelah dari masjid tiba-tiba, "bruuukkk" motor kami tersungkur. Kami semua terjatuh. Refleks saya menutup kepala Aluna dengan tangan. Alina ada di gendongan saya. Beruntung dia tidak terlempar dari gendongan saya.
Saya bangun, melihat suami yang masih tergeletak. Fokus ke suami. Sampai lupa dengan Chacha, sulung kami yang berada di boncengan depan. Alhamdulillah Chacha ditolong dengan pengendara motor yang ada di depan kami. Bibirnya terluka, beruntung kepalanya tidak terbentur.
Kami dibantu orang sekitar. Diobati dengan pertolongan pertama. Saya tidak terluka, begitu juga Aluna. Hanya yang sedikit parah adalah suami. Banyak luka di kakinya. Setelah satu jam istirahat kami menguatkan diri melanjutkan perjalanan. Kami menuju rumah sakit terdekat.
Setelah diobati dan suami sudah cukup sadar, kami melanjutkan perjalanan. Suami menyetir dengan pelan, sambil menahan sakit. Saya tak henti-hentinya berdzikir memohon keselamatan. Dan alhamdulillah kami bisa sampai di rumah.
Menurut cerita suami motornya terkena oli. Licin sehingga dia tidak bisa mengendalikan. Beruntung saat itu jalanan sepi, tak ada kendaraan besar di dekat kami. Ya Allah, ngeri sekali kalau ingat kejadian itu.
Pengalaman ini membuat kami kapok untuk mudik dengan motor. Terlalu beresiko. Apalagi kami membawa dua balita. Sekarang bus menjadi moda transportasi kami untuk mudik.
Mudik memang menyenangkan. Tapi tetap keselamatan itu yang utama. Bijaklah memilih moda transportasi saat mudik. Agar kita bisa selamat sampai tujuan.
Ini cerita mudikku. Mana cerita mudikmu? Adakah yang pernah mengalami kejadian tak menyenangkan seperti ini? Share yuk.
ya Allah... alhamdulillah masih dilindungi sama Allah ya mbak.
BalasHapusiya,, alhamdulillah
HapusJalur mudik Surabaya-Bojonegoro ini memang rawan, Di...
BalasHapusTapi jalannya sekarang uda jauh lebih bagus.
Mudah-mudahan sehat selalu yaa...dijauhkan dari bala kecelakaan.