Kesadaran tentang pengolahan sampah memang sudah jadi gaya hidup kekinian. Tak hanya tentang bagaimana memilah sampah, sekarang zero waste pun sudah jadi gaya hidup bagi sebagian besar orang. Bagaimana dengan saya? Jujur saja, awalnya saya termasuk orang yang tidak mau repot dengan urusan pengolahan sampah. Bagi saya buang sampah pada tempatnya sudah cukup. Perkara selanjutnya bagaimana sampah di olah bukan menjadi urusan saya.
Hingga ada sesuatu yang akhirnya mengganggu saya. Selama dua tahun tinggal di perumahan, ada hal yang sangat berbeda tentang permasalahan sampah. Dulu ketika tinggal di perkampungan, setiap hari ada tukang sampah yang ambil sampah di rumah. Tapi pindah ke perumahan, sampah tidak diambil setiap hari. Sampah diambil 3 hari sekali, kadang seminggu sekali bahkan pernah sepuluh hari baru diambil. Bayangkan, berapa banyaknya sampah yang menumpuk. Sampah yang menumpuk menimbulkan permasalahan baru. Bau yang tak sedap dan bisa jadi sumber penyakit.
Awalnya saya berpikir bagaimana bila mencari tukang sampah baru. Tukang sampah yang bisa ambil sampahnya tiap hari. Tapi kata tetangga yang sudah tinggal lebih lama di perumahan, hal itu tidak bisa dilakukan. Tidak ada yang bisa cari tukang sampah baru. Jadi sudah sejak dulu seperti ini. Dan sepertinya warga hanya bisa pasrah.
Di tingkat RT, kami punya bank sampah. Jadi sampah-sampah an organik dikumpulkan dalam satu wadah penyimpanan, lalu jika sudah terkumpul banyak akan di jual ke tukang rombeng. Uang hasil penjualan akan dimasukkan ke kas RT. Biasanya nanti bisa dijadikan tambahan pemasukan saat acara rekreasi RT.
Tapi bank sampah belum bisa sepenuhnya mengatasi masalah menumpuknya sampah. Wajar saja, sampah rumah tangga merupakan sampah terbesar yang dihasilkan. Di Indonesia, salah satu penghasil sampah terbesar adalah rumah tangga, dengan rata-rata setiap orang menghasilkan 800 gram sampah per hari. Jadi perlu adanya kesadaran dari tiap rumah tangga untuk bijak mengelolah sampah.
Maka saya mulai dari rumah kami. Omah rame pun mulai berbenah dalam mengelolah sampah. Beberapa cara Omah Rame dalam mengelola sampah adalah :
1. Pisahkan jenis-jenis sampah
Kami memisahkan sampah sampah organik dan sampah anorganik.
2. Diet Plastik
Meminimalisir pembelian makanan dan minuman kemasan. Setiap belanja membawa tas kain dan wadah plastik. Pertama kali ke pasar bawa banyak wadah plastik untuk tempat ikan dan daging, memang repot. Selain itu juga dianggap aneh dengan para penjual di pasar. Tapi seiring berjalannya waktu, hal tersebut akan terlewati.
3. Kelola Sampah Secara Bijak
Sampah anorganik kami setorkan ke bank sampah. Selain itu, sampah anorganik yang berupa botol bekas air mineral kami tukarkan dengan tiket Surabaya Bus. Yap, pemerintah kota Surabaya punya bis yang tiketnya dari botol plastik bekas. Ini bisa menghemat ongkos transportasi kami.
Sampah organik misalnya sisa sayuran, kami kubur di halaman. Agar terurai menjadi kompos. Kedepannya kami akan buat lubang biopori. Supaya lebih optimal pengolahannya.
Memang baru segini sih langkahnya. Masih banyak PR bagi kami. Baru seminggu melakukan hal ini, ternyata cukup signifikan dalam mengurangi volume sampah. Fyi, baru hari ini juga tukang sampahnya datang. Sampah baru diambil setelah 10 hari yang lalu.
Seperti kata Aa Gym, mulai dari 3M. Mulai dari hal kecil, mulai dari diri sendiri dan mulai dari sekarang. Langkah kecil akan tetap berarti bila dilakukan secara konsisten. Semoga Omah Rame bisa semakin baik lagi dalam mengolah sampah.
Nah, ini cerita Omah Rame dalam mengelola sampah. Bagaimana dengan kamu? Sharing yuk,, bagaimana kamu mengelolah sampahmu.
Aku rada susah buat nerapin kalau ke pasar bawa tempat untuk ayam ikan mbk. Berat gtu. Biasanya pulang pasar penuh dengan plastik-plastikan. Pengen dicoba lagi ah. Makasih sharingnya mbak. Salam, muthihauradotcom
BalasHapus