Peran Ayah dan Ibu dalam Membangkitkan Fitrah Seksualitas
Selasa, 09 Januari 2018
- Post a Comment
Setiap anak lahir dengan fitrahnya masing-masing. Tugas orangtua adalah membangkitkan fitrah yang dimiliki anak, agar fitrah-fitrah tersebut mampu berkembang optimal. Termasuk fitrah seksualitas.
Fitrah seksualitas adalah bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bersikap sesuai dengan fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati. Pendidikan fitrah seksualitas tentu berbeda dengan pendidikan seks. Memulai pendidikan fitrah seksualitas tentu pada awalnya tidak langsung mengenalkan anak pada aktivitas seksual, seperti masturbasi atau yang lainnya.
Fitrah Seksualitas dibangkitkan sesuai dengan tahapan usia anak.
Dalam membangkitkan fitrah seksualitas ini ayah dan ibu punya peran masing-masing.
Dalam bukunya Fitrah Based Education, Harry Santosa menjelaskan Fitrah Peran ayah
VS Fitrah Peran ibu
Fitrah peran ayah adalah:
1. Penanggungjawab pendidikan
2. Man of vision and mission
3. Sang ego dan individualitas
4. Pembangun sistem berpikir
5. Supplier maskulinitas
6. Penegak professionalisme
7. Konsultan pendidikan
8. The person of “tega”
Fitrah peran ibu adalah:
1. pelaksana harian pendidikan
2. person of love and sincerity
3. sang harmoni dan sinergi
4. pemilik moralitas dan nurani
5. supplier femininitas
6. pembangun hati dan rasa
7. berbasis pengorbanan
8. sang “pembasuh luka”
Perbedaan peran tersebut bisa mengisi satu sama lain.
Sehingga dalam melakukan pendidikan berbasis fitrah akan berjalan dengan baik.
Adapun peran ayah dan ibu dalam membangkitkan fitrah seksualitas sesuai tahapan usia anak adalah sebagai berikut :
A. Tahap Pra Latih
* Usia 0-2 Tahun
Pada usia ini anak harus dekat dengan ibunya, karena terdapat proses menyusui. Ibu menyusui anaknya. Menyusui bukan sekedar memberi ASI. Artinya ketika menyusui ibu memberikan perhatian secara penuh kepada anaknya. Tidak melakukan aktifitas lainnya saat menyusui.
* Usia 3-6 tahun
Di usia ini anak harus dekat dengan kedua orangtuanya. Sosok ayah dan ibu harus hadir agar anak memiliki keseimbangan emosional dan rasional. Kedekatan kedua orangtua akan membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok laki-laki dan perempuan. Dan pada akhirnya anak akan bisa menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya. Anak sudah bisa memastikan jenis seksualitasnya. Mereka dengan mantap mengatakan " saya perempuan " atau " saya laki-laki ".
B. Tahap Pre Aqil Baligh 1 (7-10 tahun)
Pada usia ini anak laki-laki lebih didekatkan kepada ayah. Mengapa? Karena usia ini egosentris anak bergeser ke sosio sentris. Ayah membimbing anak lelakinya untuk memahami peran sosialnya. Caranya bisa mengajak anak untuk mengikuti shalat berjamaah di masjid. Melakukan kegiatan pertukangan bersama. Atau menghabiskan waktu di bengkel.
Selain itu, ayah juga menjelaskan tentang fungsi reproduksi yang dimiliknya.
Misalnya konsekuensi sperma bagi seorang laki-laki. Begitupula sebaliknya, di usia ini anak perempuan lebih didekatkan pada ibunya. Ibu membangkitkan peran keperempuanan dan keibuaan anak. Misalnya memberi pengetahuan akan pentingnya ASI (Air Susu Ibu). Agar kelak anak perempuan akan melaksanakan tugas menysuinya dengan baik. Mengajarkan tentang pentingnya pendidikan bagi seorang ibu. Seorang ibu haruslah terdidik, sebab ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Melibatkan anak dalam mempersiapkan hidangan yang begizi bagi keluarga. Dan ibu menjadi tempat pertama yang menjelaskan tentang konsekuensi adanya rahim bagi perempuan.
C. Tahap Pre Aqil Baligh 2 ( 11-14)
Usia ini adalah puncak perkembangan fitrah seksualitas. Pada usia ini anak laki-laki akan mengalami mimpi basah, sedangkan anak perempuan akan mengalami menstruasi. Mereka juga mulai memiliki ketertarikan pada lawan jenis.
Langkah pertama yang harus dilakukan orangtua dalam membangkitkan fitrah seksualitas pada usia ini adalah memberikan mereka kamar terpisah. Di usia ini anak laki-laki harus lebih dekat pada ibunya. Tujuannya, agar dia mampu memahami dan memperhatikan lawan jenisnya melalui kacamata perempuan. Sehingga kelak dia akan tumbuh sebagai laki-laki yang bertanggungjawab dan penuh kasih sayang. Anak perempuan pada usia ini harus lebih dekat dengan ayahnya. Ayah menjadi cinta pertamanya. Ayah menjadi sosok ideal dimatanya. Menjadi tempat mencurahkan segala keluh kesah. Kedekatan ini membuat anak perempuan bisa memahami bagaimana laki-laki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan sesuai persepsi laki-laki.
Pertanyaan kemudian adalah bagaimana setelah usia 14 tahun? Pasca usia 14 tahun anak bukan lagi anak. Mereka adalah individu yang setara. Tugas orangtua sudah selesai di usia ini. Sebab jumhur ulama sepakat usia 15 thn adalah usia aqil baligh. Anak sudah bertanggungjawab pada dirinya sendiri.
#Tantangan10Hari
#Level11
#KuliahBunsayIIP
#MembangkitkanFitrahSeksualitasAnak
Saya seorang Home Educator di Omah Rame.
Suka nulis, beberapa tulisan diterbitkan dalam beberapa media online, misalnya Rocking Mama, Ummi Online, Koran Opini, Cakrawarta.
Sudah menerbitkan buku antologi "Jibaku Post Power Syndrome Full Time Mom"
Aktif sebagai Konselor Menyusui dan Ketua Divisi Edukasi dan Pelatihan AIMI Jawa Timur.
Juga menjabat sebagai Koordinator Online Institut Ibu Profesional Surabaya.
Menjadi Relawan Keluarga KIta.
Juga mengajar Sosiologi dan Sejarah di BKB Nurul Fikri Surabaya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar
Posting Komentar